Jumat, 26 Maret 2021

“Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah” Karya : M. Shoim Anwar

 

 “Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah”

     Puisi :  M. Shoim Anwar

Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia

panutan para kawula dari awal kisah

ia adalah cagak yang tegak

tak pernah silau oleh gebyar dunia

tak pernah ngiler oleh umpan penguasa

tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah

tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak

tak pernah terpana oleh singgasana raja-raja

 

Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah

marwah digenggam hingga ke dada

tuturnya indah menyemaikan aroma bunga

senyumnya merasuk hingga ke sukma

langkahnya menjadi panutan bijaksana

kehormatan ditegakkan tanpa sebiji senjata

 

Ulama Abiyasa bertitah

para raja dan penguasa bertekuk hormat padanya

tak ada yang berani datang minta dukungan jadi penguasa

menjadikannya sebagai pengumpul suara

atau didudukkan di kursi untuk dipajang di depan massa

diberi pakaian dan penutup kepala berharga murah

agar tampak sebagai barisan ulama

 

Ulama Abiyasa tak membutuhkan itu semua

datanglah jika ingin menghaturkan sembah

semua diterima dengan senyum mempesona

jangan minta diplintirkan ayat-ayat asal kena

sebab ia lurus apa adanya

mintalah arah dan jalan sebagai amanah

bukan untuk ditembangkan sebagai bunga kata-kata

tapi dilaksanakan sepenuh langkah

Penghujung Desember 2020

 

                       Desember 2020




Kritik dan Esai Puisi “Ulama Abiyasa Tak

 Pernah Minta Jatah”


         Puisi yang berjudul Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah  merupakan salah satu puisi karya M. Shoim Anwar . Siapa sih yang tidak kenal beliau? M. Shoim Anwar sudah tidak asing lagi , karena beliau salah satu seorang sastrawan yang lahir di Desa Sambong Dukuh, Jombang,  Jawa Timur sudah banyak karya-karyanya di dunia sastra. Karyanya berbentuk esai sastra.

Menurut Waluyo (2002:25) ″Puisi adalah suatu bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya″. Bisa dilihat dari puisi diatas menggunakan berbagai imajinasi penulis yang sudah dipikirkan secara matang dan dapat membangkitkan imajinasi sang pembaca. Seolah-olah ikut terlibat di dalam puisi tersebut.

 

 

Nah, kali ini akan membahas puisi yang berjudul  “Ulama Abiyasa Tak Pernah Minta Jatah”, pengarang menggunakan nama tokoh dalam pewayangan Jawa yaitu Begawan Abyasa. Begawan Abyasa merupakan seseorang yang di kenal di daerahnya beliau adalah kakek dari Pandawa dan Kurawa. Faktanya Begawan Abyasa merupakan seorang pertapa. Begawan Abyasa datang ke sebuah istana Hastinapura karena mendapat panggilan oleh permaisuri Durgandini yang bisa disebut ibunya untuk segera menikahi janda dari Citrawirya yang telah meninggal dan digantikan oleh  Citrawirya dalam bertahta. Pada akhirnya istri dari Abyasa melahirkan putra yang bernama Drestarastra ayah dari Kurawa dan Pandu ayah dari para Pandawa. Menunggu saatnya nanti Begawan Abyasa turun tahta dia akan kembali menjadi seorang pertapa.

         Pada bait pertama memiliki makna seseorang yang baik, mulia, dan tidak akan tergoda akan kekuasaan duniawi. Bait pertama puisi di atas sebagai berikut.

Ulama Abiyasa adalah guru yang mulia

 

panutan para kawula dari awal kisah

 

ia adalah cagak yang tegak

 

tak pernah silau oleh gebyar dunia

 

tak pernah ngiler oleh umpan penguasa

 

tak pernah ngesot ke istana untuk meminta jatah

 

tak pernah gentar oleh gertak sejuta tombak

 

tak pernah terpana oleh singgasana raja-raja

 

Bait kedua dari puisi diatas, memiliki makna jika seseorang yang pasti memegang teguh harga diri, dapat menjaga kehormatan namun tetap rendah hati, ramah dan lemah lembut dengan begitu banyak orang yang menghormatinya dan menaatinya. Bait kedua puisi di atas yaitu..

Ulama Abiyasa merengkuh teguh hati dan lidah

marwah digenggam hingga ke dada

tuturnya indah menyemaikan aroma bunga

senyumnya merasuk hingga ke sukma

langkahnya menjadi panutan bijaksana

kehormatan ditegakkan tanpa sebiji senjata

  

         Puisi bait ketiga, memiliki makna berpenampilan yang sederhana akan lebih dipercaya untuk menjadi pemimpin demi kesejahteraan masyarakat. Bait ketiga puisi di atas sebagai berikut.

Ulama Abiyasa bertitah

 

para raja dan penguasa bertekuk hormat padanya

 

tak ada yang berani datang minta dukungan jadi penguasa

 

menjadikannya sebagai pengumpul suara

 

atau didudukkan di kursi untuk dipajang di depan massa

 

diberi pakaian dan penutup kepala berharga murah

 

agar tampak sebagai barisan ulama

 

Bait keempat, bisa dilihat maknanya bahwa seseorang yang mempunyai pemikiran bijaksana, tegas, dan berpikir kedepan adalah seseorang yang dapat memberikan petunjuk untuk rakyatnya dan dapat melakukan segala sesuatu dengan ikhlas, berdoa, sepenuh hati, tidak mudah menyerah, dan berhati-hati. Bait keempat puisi di atas.

Ulama Abiyasa tak membutuhkan itu semua

 

datanglah jika ingin menghaturkan sembah

 

semua diterima dengan senyum mempesona

 

jangan minta diplintirkan ayat-ayat asal kena

 

sebab ia lurus apa adanya

 

mintalah arah dan jalan sebagai amanah

 

bukan untuk ditembangkan sebagai bunga kata-kata

 

tapi dilaksanakan sepenuh langkah

 

          Jika dikaitkan dalam kehidupan ini, Ulama Abyasa diibaratkan seorang guru, pemimpin atau pendidik. Seperti yang kita ketahui bahwa guru yang selalu mendidik anak didiknya dengan  bersungguh-sungguh, sabar, dan ikhlas yang memiliki tujuan tetap yaitu mencerdasarkan bangsa ini, tanpa mengharapkan imbalan sehingga guru dijadikan orang tua kedua yang ada disekolah atau dikampus, tanpa disadari banyak orang yang menghormatinya. Apapun pekerjaan, semua  bidang pada awalnya tidak lepas dari pengajaran seorang pendidik.

Puisi ini memiliki kelebihan yaitu setiap barisnya berima a dan menggunakan pemilhan kata yang digunakan mudah untuk dimengerti, mudah dihayati, dan dapat merasakan yang terjadi di dalam puisi tersebut.

 

Minggu, 21 Maret 2021

BERPROSES DAN BEKERJA KERAS

 

Berproses dan Bekerja Keras

            Seperti nama di blog ini “Kehidupan Nyata” ya disini saya akan menceritakan pengalaman yang tidak pernah saya lupakan dalam kehidupan saya. Menjadi seseorang yang akan menjadi lebih baik atau lebih besar lagi tentu tidak mudah. Bukan hanya diangan-angan, namun juga membutuhkan dukungan kedua orang tua, bekerja keras untuk mencapai apa yang kita inginkan, dan tentunya selalu berdoa.

Dimulai dari TK kedua orang tua saya selalu mengikutkan saya dikegiatan seni. Seni bermacam-macam dan yang saya ikuti adalah seni tari . Awalnya diikutkan seni tari karena keluarga saya mencintai tari tradisonal, saya memang merasa nyaman diikutkan dalam sanggar tari karena saya merasa cocok dan memang bakat saya disini . Orang tua selalu mendukung jika ada kegiatan perlombaan tari apapun jenisnya selalu mendaftarkan saya untuk mengikuti perlombaan tersebut. Terkadang saya berpikir, apakah ada dana untuk lomba nanti? Dengan tegasnya mama berkata “Ikut saja siapa tau menjadi juara, apapun itu kalau untuk anakku akan selalu diusahakan ada”. Hatiku terasa tersentuh, kagum terhadap orang tua.

Setelah saya telaten mengikuti lomba tari, dan semakin ada peningkatan gerakan. Alhamdulillah saat saya SMP mulai menjadi pelatih tari disanggar tersebut, tidak mudah memang menjadi pelatih tari di usia yang masih dibilang usia labil. Harus mengontrol emosi kepada anak-anak sedangkan saya juga masih SMP . Saat saya menjadi pelatih tari mendapatkan uang transport atau mendapatkan gaji. Namun saya tidak melihat seberapa besar uangnya yang saya dapatkan dari sanggar karena yang penting adalah pengalaman, dan bagaimana caranya untuk menjadi seorang pelatih yang tegas, tetap santai, namun bisa menjadikan anak didik kita menjadi seseorang yang berprestasi .

Nah, pengalaman baru dimulai saat SMA. Saya mendapatkan tawaran untuk mengajar ekstra tari di salah satu TK Surabaya. Takut, cemas yang saya rasakan pada saat itu karena memulai dari hal baru yang tentunya karakter orang berbeda-beda. Tetapi orang tua saya selalu memberikan motivasi kepada saya bahwa saya harus bisa, harus mampu, jangan menyerah sebelum dicoba selama itu kegiatan yang Positif. Tidak disangka saya mendapatkan tawaran untuk mengajar di beberapa sekolah, Wah bisa dibayangkan ya betapa ribetnya? dan bagaimana cara saya untuk membagi waktu antara mengajar di sekolah, dan saya posisinya juga masih sekolah (SMA)? Jika dibayangkan memang terasa berat, dan tidak ada waktu untuk bermain dengan teman-teman sekolah. Dari situ saya tidak mengeluh karena saya menjalankannya dengan senang hati bisa bertemu dengan murid saya yang masih TK lucu-lucu, dan murid saya yang masih SMP. Setiap hari saya lalui dengan begitu senang .

Seiring berjalannya waktu saya sudah menjadi mahasiswa di Universitas PGRI Adi Buana Surabaya. Disini saya  juga masih mengajar di beberapa sekolah. Mulai menyesuaikan jadwal kampus dan jadwal mengajar, sempat terbesit dipikiran dan sempat terucapkan bagaimana kalau saya berhenti untuk bekerja. Lagi, lagi dan lagi orang tua mendukung, memotivasi saya bahwa saya mampu. Baiklah dari sini saya bersemangat menjalankan keduanya. Nah, saat saya ada mata kuliah dikampus. Saya mendapatkan tawaran mengajar di salah satu SMP Negeri di Surabaya. Senang, terharu akhirnya saya mau dan mengajar tapi tetap kuliah juga . Dari sini saya merasakan berbagai pengalaman, pentingnya memanfaatkan waktu, dan pentingnya dukungan dari kedua orang tua untuk bisa mencapai hasil saat ini. Semoga kedepannya saya akan selalu membanggakan kedua orang tua, keluarga dan menjadi seseorang yang dapat memberikan aura positif ke siapapun itu . Jangan lupa bersyukur atas apa yang kamu punya saat ini ya.

Jumat, 19 Maret 2021

KRITIK DAN ESAI PUISI "ULAMA DURNA NGESOT KE ISTANA" KARYA M. SHOIM ANWAR

 

“Ulama Durna Ngesot ke Istana”

Puisi :  M. Shoim Anwar



Lihatlah

sebuah panggung di negeri sandiwara

ketika ada Ulama Durna ngesot ke istana

menjilat pantat raja agar diberi jatah remah-remah

maka kekuasaan menjadi sangat pongah

memesan potongan-potongan ayat untuk diplintir sekenanya

agar segala tingkah polah dianggap absah

 

Lihatlah

ketika Ulama Durna ngesot ke istana

menyerahkan marwah yang dulu diembannya

Sengkuni dan para pengikutnya di luar sana

bertingkah sok gagah berlindung di ketiak penguasa

menunggang banteng bermata merah

mengacungkan arit sebagai senjata

memukulkan palu memvonis orang-orang ke penjara

 

Lihatlah

ketika Ulama Durna berdagang mantra berbusa-busa

adakah ia hendak menyulut api baratayuda

para pengikutnya mabuk ke lembah-lembah

tatanan yang dulu dicipta oleh para pemula

porak poranda dijajah tipu daya

oh tahta dunia yang fana

para begundal mengaku dewa-dewa

sambil menuding ke arah kawula

seakan isi dunia hendak diuntal mentah-mentah

 

Lihatlah

ketika Ulama Durna ngesot ke istana

pada akhir perebutan tahta di padang kurusetra

ia diumpankan raja ke medan laga

terhenyaklah saat terkabar berita

anak hasil perzinahannya dengan satwa

telah gugur mendahului di depan sana

Ulama Durna bagai kehilangan seluruh belulangnya

ia menunduk di atas tanah

riwayatnya pun berakhir sudah

kepalanya terpenggal karena terpedaya

menebus karmanya saat baratayuda

                                         Desember 2020 

 

 

Kritik dan Esai Puisi “Ulama Durna Ngesot ke Istana”

Puisi yang berjudul Ulama Durna Ngesot ke Istana  merupakan salah satu puisi karya M. Shoim Anwar . Siapa sih yang tidak kenal beliau? M. Shoim Anwar sudah tidak asing lagi , karena beliau salah satu seorang sastrawan yang lahir di Desa Sambong Dukuh, Jombang,  Jawa Timur sudah banyak karya-karyanya di dunia sastra. Karyanya berbentuk esai sastra.

Menurut Waluyo (2002:25) ″Puisi adalah suatu bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya″. Bisa dilihat dari puisi diatas menggunakan berbagai imajinasi penulis yang sudah dipikirkan secara matang dan dapat membangkitkan imajinasi sang pembaca. Seolah-olah ikut terlibat di dalam puisi tersebut.

 

Terjadilah perselisihan Resi Durna dengan Prabu Drupada, Resi Durna di bantu dan di tolong Sangkuni maka dari itu dapat diterima di istana Hastinapura, kemudian menjadi guru Pandawa dan Kurawa. Bisa dibuktikan dari bait puisi berikut :

 

ketika Ulama Durna ngesot ke istana

menyerahkan marwah yang dulu diembannya

Sengkuni dan para pengikutnya di luar sana

bertingkah sok gagah berlindung di ketiak penguasa

 

Perang Baratayuda dimulai , Resi Durna kedudukannya diangkat sebagai Senapati Kurawa  yang menggantikan Bisma telah gugur, saat mengetahui putranya bernama Aswatama telah gugur di medan perang, Resi Durna putus harapan, tidak mempunyai semangat dan akhirnya Resi Durna dapat dikalahkan oleh Pandawa. Jika dilihat dari gugurnya Aswatama adalah kebohongan dan melakukan siasat dari Pandawa agar mengalahkan Resi Durna. Yudistira Pandawa satu-satunya dikenal tidak pernah berbohong menyampaikan informasi bahwa Aswatama telah meninggal dan Resi Durna mempercayai hal tersebut, dari kejadian tersebut Resi Durna dapat dikalahkan oleh Pandawa. Dapat dilihat dari bait terakhir puisi :

 

Lihatlah

ketika Ulama Durna ngesot ke istana

pada akhir perebutan tahta di padang kurusetra

ia diumpankan raja ke medan laga

terhenyaklah saat terkabar berita

anak hasil perzinahannya dengan satwa

telah gugur mendahului di depan sana

Ulama Durna bagai kehilangan seluruh belulangnya

ia menunduk di atas tanah

riwayatnya pun berakhir sudah

kepalanya terpenggal karena terpedaya

menebus karmanya saat baratayuda

 

 

 

Posisi saat ini, puisi ini memiliki makna seseorang yang melakukan apapun resikonya untuk bertahan hidup dalam kehidupan ini. Pada bait pertama pertama puisi, memiliki makna kekuasaan akan menjadi segalanya dan apapun dilakukan termasuk merendahkan harga dirinya sendiri demi untuk bertahan hidup. Bait pertama puisi yaitu :

 

Lihatlah

sebuah panggung di negeri sandiwara

ketika ada Ulama Durna ngesot ke istana

menjilat pantat raja agar diberi jatah remah-remah

maka kekuasaan menjadi sangat pongah

memesan potongan-potongan ayat untuk diplintir sekenanya

agar segala tingkah polah dianggap absah

 

            Pada bait kedua, memiliki makna yang mirip dengan bait pertama yaitu seseorang akan melakukan apapun agar bertahan hidup, rela menyerahkan harga dirinya atau kehormatannya kepada orang-orang yang memiliki kekuasaan padahal orang tersebut memiliki sifat buruk  rupa, buruk hati karena baginya kekuasaan adalah segalanya. Bait kedua puisi :

 

Lihatlah

ketika Ulama Durna ngesot ke istana

menyerahkan marwah yang dulu diembannya

Sengkuni dan para pengikutnya di luar sana

bertingkah sok gagah berlindung di ketiak penguasa

menunggang banteng bermata merah

mengacungkan arit sebagai senjata

memukulkan palu memvonis orang-orang ke penjara

 

Pada bait ketiga, memiliki makna seseorang yang mau bekerja keras untuk bertahan hidup  akan dimanfaatkan oleh orang-orang yang berebut kekuasaan, tidak pandang bulu , tidak perduli resiko apa yang ditimbulkan serta korban yang berjatuhan. Bait ketiga puisi :

 

Lihatlah

ketika Ulama Durna berdagang mantra berbusa-busa

adakah ia hendak menyulut api baratayuda

para pengikutnya mabuk ke lembah-lembah

tatanan yang dulu dicipta oleh para pemula

porak poranda dijajah tipu daya

oh tahta dunia yang fana

para begundal mengaku dewa-dewa

sambil menuding ke arah kawula 

seakan isi dunia hendak diuntal mentah-mentah

 

            Pada bait keempat, makna dalam puisi tersebut adalah selesai melakukan usaha dan segala hal hasilnya tidak sesuai ekspetasi yang diinginkan bahkan memiliki kerugian. Penyesalan memang datang terlambat . Puisi bait keempat yaitu :

 

Lihatlah

ketika Ulama Durna ngesot ke istana

pada akhir perebutan tahta di padang kurusetra

ia diumpankan raja ke medan laga

terhenyaklah saat terkabar berita

anak hasil perzinahannya dengan satwa

telah gugur mendahului di depan sana

Ulama Durna bagai kehilangan seluruh belulangnya

ia menunduk di atas tanah

riwayatnya pun berakhir sudah

kepalanya terpenggal karena terpedaya

menebus karmanya saat baratayuda

 

 

 

Puisi yang berjudul “Ulama Durna Ngesot ke Istana”, terdiri dari 4 bait dan 37 baris. Setiap karya sastra pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan dari puisi di atas yaitu setiap baris berima a, dan dapat merasakan apa yang ada di dalam puisi tersebut. Kekurangan puisi di atas yaitu kata dan kalimat sulit dipahami sehingga harus membaca berulangkali untuk memahami makna dan merasakan kejadian dari puisi tersebut.



Jumat, 12 Maret 2021

KRITIK DAN ESAI PUISI "“DURSASANA PELIHARAAN ISTANA” KARYA M. Shoim Anwar

DURSASANA  PELIHARAAN  ISTANA

 Karya M. Shoim Anwar

Dursasana adalah durjana peliharaan istana

tingkahnya tak mengenal sendi-sendi susila

saat masalah menggelayuti tubuh negara   

cara terhormat untuk mengurai tak ditemukan jua

suara  para kawula melesat-lesat bak anak panah 

suasana kelam  bisa  meruntuhkan penguasa

jalan pintas pun digelindingkan roda-roda gila

dursasana  diselundupkan untuk memperkeruh suasana

kayak jaka tingkir menyulut kerbau agar menebar amarah

atau melempar sarang lebah agar penghuninya tak terima  

lalu istana punya alasan menangkapi mereka

akal-akalan purba yang telanjang menggurita
saat panji-panji negara menjadi slogan semata

para ulama  yang bersila di samping raja

menjadi penjilat pantat yang paling setia     

sambil memamerkan para pengikut yang dicocok hidungnya 

 

Lihatlah  dursasana

di depan raja dan pejabat istana

lagak polahnya seperti paling gagah

seakan hulubalang paling digdaya

memamerkan segala kebengalannya

mulut lebar berbusa-busa

bau busuk berlompatan ke udara

tak bisa berdiri  tenang atau bersila sahaja  

seperti ada kalajengking mengeram di pantatnya   

meracau mengumbar kata-kata

raja manggut-manggut melihat dursasana

teringat ulahnya saat menistakan wanita

pada perjudian mencurangi  tahta

sambil berpikir memberi tugas selanjutnya



Apa gunanya raja dan pejabat istana

jika menggunakan jasa dursasana untuk menghina

merendahkan martabat para anutan kawula

menista agama dan keyakinan para jamaah   

dursasana dibayar  dari  pajak kawula dan utang negara

akal sehat   tersesat di selokan belantara   

otaknya jadi sebatas di siku paha

digantikan syahwat kuasa menyala-nyala  

melupa sumpah yang pernah diujarnya  

para penjilat berpesta pora

menyesapi cucuran keringat para kawula   

 

Apa gunanya raja dan pejabat istana

jika tak mampu menjaga citra  negara

menyewa dursasana untuk menenggelamkan kawula 

memotong lidah dan menyurukkan ke jeruji penjara

berlagak seperti tak tahu apa-apa

menyembunyikan tangan usai melempar bara

ketika angkara ditebar dursasana

dibiarkan jadi  gerakan bawah tanah  

tak tersentuh hukum  karna berlindung di ketiak istana

 

Dursasana yang jumawa

di babak  akhir baratayuda

masih juga hendak membunuh bayi tak berdosa

lalu pada wanita yang pernah dinista kehormatannya

ditelanjangi dari kain penutup tubuh terhormatnya

ingatlah, sang putra memendam luka membara

dia bersumpah akan memenggal leher dursasana hingga patah

mencucup darahnya hingga terhisap sempurna    

lalu  si ibu yang tlah dinista martabatnya 

hari itu melunasi janjinya:  keramas  dengan darah dursasana

                                                                                    Surabaya, 2021


KRITIK DAN ESAI PUISI "“DURSASANA  PELIHARAAN   ISTANA” 

Karya M. Shoim Anwar

    Puisi yang berjudul Dursasana Peliharaan Istana merupakan salah satu puisi karya M. Shoim Anwar . Siapa sih yang tidak kenal beliau? M. Shoim Anwar sudah tidak asing lagi , karena beliau salah satu seorang sastrawan yang lahir di Desa Sambong Dukuh, Jombang,  Jawa Timur sudah banyak karya-karyanya di dunia sastra. Karyanya berbentuk esai sastra.  

    Menurut Waluyo (2002:25) ″Puisi adalah suatu bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya″. Bisa dilihat dari puisi diatas menggunakan berbagai imajinasi penulis yang sudah dipikirkan secara matang dan dapat membangkitkan imajinasi sang pembaca. Seolah-olah ikut terlibat di dalam puisi tersebut. 

  Jika dilihat dari segi penamaan tokoh , puisi ini mengambil nama-nama mahabarata. Dursasana seorang yang angkuh, semaunya sendiri, berlaku kasar, tidak memiliki etika, dan tidak bisa menghargai orang lain. Dursasana merupakan simbol dari kejahatan yang parah. Dalam cerita Mahabarata yang melakukan penistaan atau kekerasan terhadap wanita yaitu Drupadi. Munculah Pandawa suami Drupadi memendam dendam yang telah terjadi. Setelah kejadian itu Drupadi berjanji dan berani bersumpah tidak menyanggul rambutnya sebelum dia keramas dengan darah Dursasana. Perang telah selesai yaitu perang Baratayudha, Dursasana dibunuh oleh Bima Pandawa nomor dua dengan mematahkan kedua tangan Dursasana memberikan darah Dursasana kepada Drupadi untuk menepati janji dan sumpahnya yaitu keramas dengan  menggunakan darah Dursasana. Di kehidupan yang sekarang, juga memiliki makna dengan kedudukan seseorang semakin tinggi maka dapat memanfaatkan keadaan, merasa yang paling berkuasa, dan kekuasaan pribadi dibuat dengan sesuka hati. Jika orang lain yang sudah memikirkan kepentingan secara matang dianggap hanya menimbulkan sebuah bencana. Berbeda dengan memikirkan kepentingan diri sendiri mereka akan berusaha terlihat benar, dan akan menggapainya sampai keinginannya terwujud.


    Setiap karya apapun pastilah memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, namun jika dilihat dari kekurangan. Penggunaan bahasa dan kalimat yang rumit sehingga para pembaca harus membacanya berulang-ulang untuk mengetahui makna yang tersirat dalam puisi tersebut. Akan lebih baik jika menggunakan kalimat yang mudah dipahami .

 

KRITIK DAN ESAI KUMPULAN CERPEN M. SHOIM ANWAR

  KRITIK DAN ESAI KUMPULAN CERPEN Karya: M. Shoim Anwar Dalam dunia sastra pada tanah air ini, nama M. Shoim Anwar siapa sih yang tida...