PERINGATAN
Karya : Wiji Thukul
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus
asa
Kalau rakyat
bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan
masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada
dan belajar mendengar
Bila rakyat berani
mengeluh
Itu artinya sudah gasat
Dan bila omongan
penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti
terancam
Apabila usul ditolak
tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik
dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan
mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu
kata: lawan!
Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu
Karya : Wiji Thukul
Apa guna punya ilmu
Kalau hanya untuk
mengibuli
Apa gunanya banyak baca
buku
Kalau mulut kau bungkam
melulu
Di mana-mana moncong
senjata
Berdiri gagah
Kongkalikong
Dengan kaum cukong
Di desa-desa
Rakyat dipaksa
Menjual tanah
Tapi, tapi, tapi, tapi
Dengan harga murah
Apa guna banyak baca
buku
Kalau mulut kau bungkam
melulu
KRITIK DAN ESAI SASTRA
Puisi
1
Widji Thukul, yang bernama asli Widji Widodo ,beliau
diahirkan di Surakarta, Jawa Tengah, 26 Agustus 1963) meninggal di tempat dan
waktu yang tidak diketahui, hilang sejak diduga diculik, 27 Juli 1998 pada umur
34 tahun) adalah sastrawan dan aktivis hak asasi manusia berkebangsaan
Indonesia.
Dalam puisi yang berjudul “ Peringatan “
menceritakan tentang zaman orde baru, yang dimaksud zaman orde baru yaitu
ketika rakyat harus terus menerus tunduk akan kekuasaan,aturan dan tidak
diperolehkan untuk mengajukan kritik tentang pemerintahan. Jika terdapat rakyat
mengutarakan suara dan pendapatnya berupa kritikan pasti dianggap subversive, hingga saat ini rakyat yang melakukan kegiatan
seperti itu akan dihilangkan atau diasingkan.
Puisi yang berjudul “Peringatan” merupakan puisi
sindiran keras terhadap pemerintahan, melalui puisi ini Pencipta ingin memperlihatkan
keadaan rakyat yang tertekan, tertindas karena pendapat dan kritikan mereka diacuhkan
oleh pemerintah atau penguasa. Suatu saat rakyat pasti akan melawan, jika di rasa
rakyat sudah lelah atas yang dirasakan hingga saat ini.
Jangan anggap rakyat akan diam saja, namun saat
rakyat tak lagi bisa mendengar pemimpinnya, saat rakyat tak bisa mempercayai
pemimpin, ketika mulut rakyat selalu dibungkam, ketika suara rakyat tak
didengar, dan ketika kebenaran tidak bisa diperoleh dimanapun. Kemelut itu akan
membawa Indonesia dalam keterpecahbelahan, cerai-berai, dan tak memilki tujuan
bernegara lagi. Maka dalam puisi tersebut membukakan jalan bahwa siapapun itu
harus tetap berjuang melawan segala sampah yang menodai bangsa.
Dalam puisi ini pembaca seolah-olah ikut merasakan yang ada di dalam puisi tersebut, karena dalam pemilihan kata dan kalimat sangat mudah untuk dipahami. Puisi ini juga menggunakan bahasa yang tegas , tidak bertele-tele dan lugas.
Puisi
2.
Widji Thukul, yang bernama asli Widji Widodo ,beliau
diahirkan di Surakarta, Jawa Tengah, 26 Agustus 1963) meninggal di tempat dan
waktu yang tidak diketahui, hilang sejak diduga diculik, 27 Juli 1998 pada umur
34 tahun) adalah sastrawan dan aktivis hak asasi manusia berkebangsaan
Indonesia. Widji Thukul mempunyai banyak karya sastra, salah satu karyanya
yang berjudul “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu”. Puisi ini terdiri dari beberapa bait puisi yang tujuannya untuk menyindir
para penguasa dan aparat pemerintahan yang dzalim pada saat itu.
Jika dibaca dan dipahami puisi ini menceritakan
bahwa sejatinya seseorang yang berilmu,pintar dalam segala sesuatu namun
seseorang tersebut tidak mengamalkan ilmunya dalam kebaikan, itu sama saja
tidak ada gunanya dan orang yang terus-menerus membaca buku namun selalu
bungkam dan tidak bisa menegakkan kebenaran itu juga hanyalah sebuah omong
kosong. Ada baiknya setiap
ilmu yang kita miliki, yang kita punyai untuk diamalkan dan diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari untuk kedepannya. Sehingga ilmu yang kita miliki akan
lebih bermanfaat untuk diri sendiri maupun orang lain dibandingkan hanya
menyimpannya sendiri. Bisa dilihat dari bait berikut ini :
"Apa guna banyak baca buku
“Kalau mulut kau bungkam melulu"
Puisi ini menyampaikan pesan bahwa bukan mulut saja
yang panjang disebut sebagai moncong, Senjata panjang yang biasa dibawa oleh
pemimpin bisa disebut moncong dan berada dimana-mana selalu mengawasi,
mengintai dan tidak hanya itu yang berdiri dengan gagah tidak hanya manusia
saja. Senjata pun ikut berdiri menyaksikan dengan gagah , dan selalu keadaan
siap menembak untuk siapapun yang dianggap bersalah, mengundang kericuhan.
Dibuktikan dari bait berikut ini :
"Dimana-mana moncong senjata
Berdiri gagah"
Dalam puisi ini juga menggambarkan bahwa di
desa-desa, banyak rakyat yang selalu dipaksa untuk menjual tanahnya kepada
pihak tertentu, tidak boleh dijual di tempat atau orang lain. Karena memiliki
rencana yang nantinya memasang harga yang relatif murah sehingga dapat menimbulkan
kerugian atau berdampak cukup besar untuk rakyat secara ekonomi.
Pencipta menggunakan gaya bahasa atau bahasa kiasan
yang dipakai untuk memperjelas isi puisinya. Pencipta hanya mengulang kata
"tapi" pada bait keenam karena bait kelima dan keenam saling
berkaitan.
Makna
terdapat pada bait kelima lalu penegasan kata berulang digunakan pada bait
keenam. "Dengan harga murah" merupakan penjelasan setelah adanya
penggunaan kata berulang. Berikut bait puisinya :
"Di desa-desa
Rakyat dipaksa menjual tanah"
"Tapi, tapi, tapi
Dengan harga murah"
Dari puisi "Di Bawah Selimut Kedamaian
Palsu" Karya Wiji Thukul, pencipta puisi berharap bahwa para pejabat
tinggi atau seseorang yang memiliki jabatan, banyak uang dapat lebih bijaksana
terhadap setiap orang maupun masyarakat. Puisi ini juga memberikan pesan kepada
rakyat bahwa rakyat bisa memanfaatkan ilmu yang telah dia terima dengan sebaik
mungkin dan dapat memanfaatkannya.
Dalam puisi ini pembaca seolah-olah ikut merasakan
yang ada di dalam puisi tersebut, karena dalam pemilihan kata dan kalimat
sangat mudah untuk dipahami. Puisi ini juga menggunakan bahasa yang tegas , tidak
bertele-tele dan lugas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar